Masa pandemi Corona atau Covid-19 seperti sekarang telah mengguncang perekonomian global, tidak terkecuali dunia usaha, termasuk bidang properti, bahkan sudah banyak kreditur Bank BTN yang mengajukan restrukturisasi kreditnya untuk mendapatkan kelonggaran.
Namun meski begitu, disatu sisi, rupanya hal tersebut tidak menyurutkan langkah Anda yang sedang menjejaki dunia properti.
Lahan di lokasi yang bagus sudah dimiliki, lalu siteplan pun sudah hampir final, dan untuk selanjutnya, saat pandemi Corona berakhir, Anda akan segera mengajukannya ke pemerintah daerah untuk mendapatkan pengesahan, serta sebagai bahan dalam melakukan proses Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Baca juga: 8 Penyedia Jasa Pembuatan Site Plan
Jika dalam proses pemberian kreditnya nanti Anda melibatkan pihak bank, misal Bank BTN, harap diperhatikan bahwa Bank BTN akan menerapkan standar yang ketat. Salah satunya yaitu dengan mempelajari rencana pengembangan kawasan perumahan yang akan Anda bangun itu seperti apa.
BTN ingin memastikan bahwa calon pengembang yang akan diberi kredit dapat memenuhi standar-standar yang ditentukan pihak debitur, salah satunya berkaitan dengan rencana pengembangan sanitasi, yaitu sumber air minum layak, dan akses sanitasi layak.
Hal tersebut bukan tanpa sebab? Anda mau tahu sebabnya apa?
“Tuntaskan artikel ini sampai selesai yah!”
Stunting Di Indonesia Tinggi
Ya, sekali lagi, kebijakan BTN itu bukan tanpa sebab, karena BTN sebagai bank pemberi kredit memiliki tanggung jawab moral dalam upaya membantu menyediakan perumahan yang layak, sehingga bukan sebatas layak huni saja, tetapi juga memenuhi kriteria sehat.
Rumah yang didirikan dan jauh dari kriteria layak huni dan sehat, dianggap sebagai salah satu penyebab terjadinya stunting di dunia. Data tahun 2017 menunjukkan 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di dunia mengalam stunting, meski angka tersebut sudah mengalami penurunan dibanding tahun 2000 dengan angka 32,6%.
Pada tahun 2017, lebih dari setengah bali stunting di dunia berasal dari Asia (55%), sedangkan lebih dari sepertiganya (39%) berasal dari Afrika. Dari 83,6 juta balita stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan (58,7%), dan proporsi paling sedikit berasal dari Asia Tengah (0,9%).
Sementara berdasarkan data prevalensi balita stunting yang dikumpulan WHO, Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara (South-East Asia Regional/SEAR), dengan prevalensi balita stunting di Indonesia tahun 2015-2017 yaitu 36,4%.
Sedangkan, berdasarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, angka kejadian stunting di Indonesia untuk tahun 2016 yaitu 27,5% dan meningkat menjadi 29,6% pada tahun 2017. Angka-angka tersebut bahkan lebih tinggi jika dibandingkan dengan kejadian balita gizi kurang, kurus, atau gemuk.
Apa Itu Stunting?
Stunting adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur, atau disebut juga dengan balita pendek. Kondisi tersebut diukur dengan panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari WHO (World Health Organization).
Beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut diantaranya rendahnya berat badan bayi ketika lahir, kurangnya kebersihan lingkungan yang menyebabkan anak terkontaminasi bakteri, janin kurang asupan makanan bernutrisi saat kehamilan ibu, melewatkan imunisasi dapat mengalami infeksi berulang pada anak, serta tidak mendapatkan ASI eksklusif menyebankan malnutrisi pada balita.
Baca juga: Tips Agar Pengajuan KPR Anda Disetujui
Masih menurut Kementerian Kesehatan, penyakit infeksi yang disebabkan oleh hygiene dan sanitasi yang buruk, seperti diare dan kecacingan dapat mengganggu penyerapan nutrisi pada proses pencernaan.
Data tahun 2017, sebanyak 72,04% rumah tangga di Indonesia memiliki akses terhadap sumber air minum layak, dengan Provinsi Bali sebagai yang tertinggi, yaitu 90,85%, dan terendah yaitu Provinsi Bengkulu, 43,83%, dan masih terdapat 20 provinsi yang memiliki prosentase dibawah standar nasional.
Sumber air minum layak yang dimaksud yaitu air minum yang terlindung meliputi air ledeng (keran), keran umum, hydrant umum, terminal air, penampungan air hujan atau mata air dan sumur terlindung, sumur bor atau pompa yang jaraknya minimal 10 meter dari pembungan kotoran, penampungan limbah, dan pembuangan sampah.
Sementara, untuk rumah tangga yang memiliki sanitasi layak adalah bila fasilitas sanitasi yang digunakan memenuhi syarat kesehatan, antara lain dilengkapi dengan jenis kloset leher angsa dengan tutup, dan memiliki tempat pembuangan akhir tinja tangka (septic tank) atau Sistem Pembuangan Air Limbah (SPAL).
Untuk urusan ini, Provinsi DKI Jakarta memiliki prosentase tertinggi, yaitu 91,13%, dan terendah Papua 33,06%, dalam hal akses sanitasi layak di Indonesia berdasarkan data tahun 2017, dengan rata-rata 67,89%.
Baca juga: Minat Jadi Pengembang Properti Syariah? Bergabung Di APSI
Kebijakan Pengetatan Pemberian Kredit Oleh BTN
Dalam kaitan dengan pengembang atas kondisi tersebut, tentu saja dipandang sebagai salah satu pihak yang menjadi faktor penentu tinggi rendahnya angka stunting di Indonesia.
Kebijakan pengetatan pemberian kredit perumahan yang dilakukan Bank BTN merefleksi kebijakan yang diterbitkan oleh pemerintah melalui Kementerian Kesehatan, sebagai upaya mitigasi dengan target menekan angka stunting di Indonesia di masa depan melalui peran faktor eksternal.
Sebagai upaya terjaminnya visi tersebut, pemerintah tentu memerlukan filterisasi yang dalam hal ini dilakukan oleh Bank BTN yang merupakan bank plat merah dalam memberikan kredit kepada pengembang.
Hanya pengembang yang memiliki rencana sejalan dengan mitigasi dalam menekan angka stunting lah yang akan diberikan kredit oleh Bank BTN.
Menyimak data-data Kementerian Kesehatan diatas, dan arah kebijakan pemerintah, tentu hal ini menjadi momentum bagi semua pihak, khususnya pengembang untuk ikut menyediakan rumah yang benar-benar layak huni, bukan hanya dari sisi bangunan semata, namun juga dari aspek kesehatan jangka panjang.
Disisi lain, masyarakat selaku konsumen akan mendapat jaminan atau kepastian rumah idaman yang benar-benar layak huni.
Baca juga: Penyederhanaan Regulasi Pengembang Properti
Rumah Pro Sanitasi, Kredit BTN Siap Cair
Hal tersebut tentu memacu pengembang untuk berpikir keras, dengan tidak asal jualan, untuk membangun sebuah perumahan yang memiliki rencana pengembangan sanitasi yang baik, yaitu sumber air minum layak, dan akses sanitasi layak.
“Air minum yang berkualitas (layak) adalah air minum yang terlindung meliputi air ledeng (keran), keran umum, hydrant umum, terminal air, penampungan air hujan (PAH) atau mata air dan sumur terlindung, sumur bor atau sumur pompa, yang jaraknya minimal 10 m dari pembuangan kotoran, penampungan limbah dan pembuangan sampah. Tidak termasuk air kemasan, air dari penjual keliling, air yang dijual melalui tanki, air sumur dan mata air tidak terlindung. Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap air minum layak adalah perbandingan antara rumah tangga dengan akses terhadap sumber air minum berkualitas (layak) dengan rumah tangga seluruhnya, dinyatakan dalam persentase.”
“Akses sanitasi layak adalah fasilitas sanitasi yang memenuhi syarat kesehatan, antara lain kloset menggunakan leher angsa, tempat pembuangan akhir tinja menggunakan tangki septik atau sistem pengolahan air limbah (SPAL)/Sistem Terpusat.”
Berita baiknya, jika siteplan dan rencana atau tipe bangunan yang akan dipasarkan dianggap mendekati atau bahkan sudah sesuai dengan arah kebijakan pemerintah, maka Anda bisa langsung tancap gas pasca pandemi Corona ini.
Salah satu indikasinya yaitu dengan memperhatikan teknis pembangunan untuk sumur resapan atau tampungan air hujan, dimana hal ini dapat dijadikan sebagai cadangan air saat musim kemarau, sehingga kelak setiap rumah sudah memiliki konsep pencadangan air, yang bersumber dari air hujan.
Bagaimana rumah yang akan dibangun telah di konsep sebaik mungkin demi terciptanya akses sanitasi yang layak, semisal menciptakan pengelolaan limbah septic tank secara komunal, tentu akan lebih baik bila juga dilengkapi dengan IPAL (Instalasi Pengelolaan Air Limbah), atau SPAL (Sistem Pengelolaan Air Limbah).
Namun, bila sebaliknya, maka Anda harus kembali menyusun ulang rencana Anda tersebut, memperbaiki hal-hal yang masih jauh dari mitigasi yang diterapkan oleh pemerintah melalui Bank BTN.
Baca juga: Kredit Properti BTN Anda Terganggu Corona, Ini Solusinya
****
Semoga artikel tersebut bermanfaat, dapat menjadi gambaran dan pandangan untuk Anda yang saat ini sedang menapaki tangga menjadi pengusaha properti, atau bahkan sedang ekspansi bisnis ke bidang properti.
Demi terhindar dari salah langkah, ada baiknya Anda mencari informasi sebanyak dan selengkap mungkin, Anda pun dapat mendatangi Bank BTN untuk mendapatkan informasi yang jelas dan detail.[ppc]
Pingback: 5 Kota Ini Wajibkan Pengembang Sediakan Lahan TPU - ProfPerti
Pingback: 8 Penyedia Jasa Pembuatan Site Plan - ProfPerti .com
Pingback: 8 Sikap Mental Yang Harus Dimiliki Oleh Developer Untuk Menang
Pingback: Cara Konservasi Air Tanah Dari Air Hujan Dengan Sumur Resapan -